Pelajaran Hari Guru



Note lama dari facebook saya.

November 24, 2011 at 10:39pm


Hari itu, Andira hanya berkeliling kota.Bingung. Bukan rambu-rambu atau angkot-angkot ngawur yang membuatnya bingung. ya, hanya selembar kertas berwarna biru bergambar I Gusti Ngurah Rai bertuliskan lima puluh ribu rupiah yang membuatnya bingung.


Tidak, uang itu tidak palsu. Hanya saja rasanya tidak cukup untuk keinginannya. Parcel, baju, atau jam tangan, harganya juga lebih mahal dari uang di genggamannya.


Dira hanya sedang tidak tahu apa yang harus ia beli untuk besok. Siswa yang langka mungkin. Ia ingin membeli sebuah hadiah untuk Kepala Sekolahnya di hari guru. Hari yang memang datang besok itu.


Matahari mungkin sudah 60 derajat bujur barat lebih jauh dari tempatnya, ya dengan kata lain, ini sudah gelap. Ia tetap tidak tahu harus membeli apa. Sang Kepsek memang telah berjasa banyak untuk sekolahnya. Dira ingin memberi penghargaan pada sosok idolanya itu. Tapi, apa?


"Bapak sudah punya macam-macam. Baju bagus, sepatu mengkilap, jam tangan antik, dan mobil classic. Apa lagi yang bisa membuat bapak terkesan?"  pertanyaan yang sama hanya ia ulang di telinganya. Mungkin sudah seperti suara turbulensi radio jika dimasukkan dalam kamar mandi, -hanya menggema-.


Terus dan terus  ia melaju di sebelah marka jalan dengan sepeda tuanya. Tua, namun tetap mengkilap. Motor keluaran 2011 pun kalah bersih dan mengkilap daripada sepedanya itu. Dengan kecepatan 40 km/jam ia menelisik tiap-tiap toko untuk mencari apa yang pantas.


Kemudian ia parkir di depan waralaba untuk membeli minum. Sekedar pelepas lelah dan dahaga setelah ia berkeliling kota dan hanya berhenti untuk sholat maghrib dari ba'da ashar tadi. Kaos hitamnya sudah sedikit bau asap, ia juga lupa mandi tadi sore. Jika diukur, mungkin sudah ribuan rupiah bensin ia habiskan.


Dari kejauhan, dilihatnya seorang ibu tua dengan gendongan berisi sapu-sapu lidi yang tidak laku dijual hari ini. Mungkin keluarganya tengah menunggu di rumah dengan sapu-sapu lidi lain yang tidak laku kemarin atau juga dengan sapu lidi baru buatan hari ini. Pasti banyak sekali. Karena hari ini mungkin hanya laku 2 dari 15 sapu yang digendingnya. Si ibu tiba-tiba duduk di trotoar dan mengeluarkan kain tipis sobekan handuk tua dari tas kresek di pinggangnya. Ia, berbaring di sebelah halte.


Si ibu sepertinya tidak berani pulang. Entah takut dengan suami di rumah, atau si ibu sudah tidak punya rumah. Semua kemungkinan di dalam pikiran Andira hanya membuatnya semakin mengiba pada ibu itu.


Di otaknya sudah terbersit akan sangat berharga jika ia berikan ibu itu roti, air mineral, dan selimut. Bergegas ia berlari dan menukar kertas begambar I Gusti Ngurah Rai itu di kasir waralaba dengan barang-barang yang ada di benaknya. Bukan lagi barang mewah untuk Pak Kepala, tapi sebungkus roti, sebotol air, dan sehelai selimut baru. Ia hanya tersenyum dan menyelimuti ibu yang tertidur itu. Lalu dibangunkannya, dan disuruhlah ibu itu makan. Ia kemudian bergegas kembali ke motornya dan menghilang di antara mobil-mobil dan motor-motor lain di jalan.


Dira tersenyum bangga. Dalam hatinya ia berdoa, "Tuhan, banggakan guru-guru dan dan Kepala sekolahku dengan murid-muridMu yang bertaqwa. Semoga kebanggaan itu menjadi hadiah terbaik di hari guru".

0 comments:

Post a Comment